Senin, 13 September 2010

PENERAPAN MODEL ADAPTASI ROY

PADA KLIEN NYERI ANGINA

A. Kasus

Klien dengan gangguan system kardiovaskuler akan merasakan berbagai gejala klinis, gejala atau tanda klinis yang sering diperlihatkan antara lain; penurunan tekanan darah, frekwensi nadi menurun, keluhan sakit kepala dan adanya keluhan sesak nafas. Semua gejala tersebut dapat diketahui dari keluhan pasien dan dibuktikan dengan data akurat melalui alat deteksi kondisi hantaran dan sirkulasi jantung.


Disamping gejala diatas terdapat gejala yang sangat sering dirasakan pasien dan merupakan permulaan adanya serangan kelainan fungsi jantung, yaitu adanya nyeri dada (angina). Nyeri dada (angina) timbul karena ketidak adekuatan suplay O2 ke jantung sehingga jaringan otot jantung mengalami iskemik sampai pada infark, dan dalam kondisi ini dapat dibuktikan dari beberapa alat dan tes darah sebagai monitor dan menunjukkan tempat daerah mana yang terjadi gangguan fungsi jantung.

Angina adalah nyeri dada atau rasa tidak nyaman yang ditimbulkan oleh aliran darah dan oksigen tidak sesuai yang dibutuhkan, hal ini dimungkinkan adanya sumbatan dari aliran darah utama jantung yaitu coronary. Nyeri angina biasa terjadi beberapa menit dan pasien merasakan: nyeri dada berat, dada terasa ditekan, seperti ada yang menekan, rasa gelisan atau tidak nyaman yang menyebar ke lengan tangan, punggung, leher, rahang, atau perut. Dan juga rasa kebal/baal pada bahu, lengan atau pergelangan tangan. Disertai rasa terengah-engah (atau susah untuk bernafas) dan kadang disertai sakit pada perut . Angina dapat terjadi pada saat naik tangga, akivitas/latihan, saat emosional meningkat/stress, saat marah, dan beraktifitas pada daerah yang panas atau udara dingin, beberapa hal ini akan menyebabkan timbulnya angina.

B. Analisa Kasus

Pada kasus nyeri angina diatas, dilakukan intervensi keperawatan dengan berfokus pada pengaplikasian Model Adaptasi Roy dengan menggunakan 6 langkah proses keperawatan :

  1. Mengkaji Behaviors

Dikaji berdasarkan 4 Model Adaptasi :

a. Fisiologis

Mencakup pengkajian oksigenisasi, nutrisi, eliminasi, aktivitas, istirahat, keseimbangan cairan dan elektrolit.

b. Konsep diri

Mencakup pengkajian terhadap keyakinan atau spiritual, body image, integritas fisik, prinsip serta ideal dirinya.

c. Role-function

Mengkaji bagaimana hubungan social pasien terhadap orang lain.

d. Saling ketergantungan

Mengkaji kemampuan untuk mencintai dan menerima cinta, menghargai dan nilai. Hal yang spesifik dalam mode ini adalah significant others dan support system.

  1. Mengkaji stimulus yang menimbulkan tingkah laku diatas

a. Stimulus Fokal

§ Nyeri dada, yang lebih ditekankan pada kualitas dan karakteristik nyeri, severity, waktu terjadi nyeri, lokasi nyeri, penyebaran, factor yang memperburuk/meringankan nyeri serta bagaimana pendapat klien tentang nyeri yang dirasakannya.

§ Sesak nafas

§ Dispnoe; orthopnea : type, serangan, durasi.

Pasien mengalami nafas pendek dan haus udara, dapat meningkat secara bertahap atau mendadak, sering terjadi saat bekerja hingga aktivitas klien menjadi sangat terbatas.

§ Batuk: Durasi, frekuensi, type, batuk berdahak/tidak.

§ Sincope, Pasien mengeluh berkunang-kunang, telinganya berdenging atau sering pingsan. Munculnya memar-memar menunjukkan episode sinkope, wajahnya merah panas dan merasa lemah, lesu.

§ Palpitasi

§ Kelemahan ( aktivitas ), pasien mengeluhkan sangat lelah sekali untuk melakukan aktivitas sehari-hari, biasanya serangannya terjadi bertahap hingga kadang dianggap tidak masalah.

§ Sianosis.

§ Edema, pasien mengeluhkan edema menjadi parah pada sore hari dan pada pagi hari mengalami perbaikan, pasien mengeluh pakaian, sepatu dan perhiasan menjadi sempit.

b. Stimulus Contextual

· Data Identitas diri yang mencakup umur, jenis kelamin, karena dapat mempengaruhi persepsi terhadap nyeri.

· Status mental

· Kecemasan/coping skill

· Pengetahuan awal tentang masalah perawatan kesehatan

· Identifikasi kemampuan dan kebutuhan keluarga/dasar manusia/sumber ekonomi untuk resume kemampuan aktifitas self care

· Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perubahan tingkah laku

· Nilai budaya serta lingkungan tempat tinggal

c. Residual

- Kemungkinan depresi/penurunan derajat kesehatan akibat stimulus fokal dan stimulus contextual

  1. Diagnosa Keperawatan ( terhadap status adaptasi pasien )

Pada klien dengan keluhan nyeri angina, terdapat kemungkingan diagnosa keperawatan yang juga mempengaruhi system tubuhnya.

a) Nyeri akut berhubungan dengan iskemic miocard

b) Penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan curah jantung, hipoksemia jaringan, asidosis dan kemungkinan thrombus atau embolis.

c) Intoleran aktifitas berhubungan dengan penurunan curah jantung, ketidakmampuan untuk memenuhi metabolisme otot rangka.

d) Kecemasan berhubungan dengan penyakit krisis, ancaman kematian, perubahan peran dalam lingkungan social.

4 Menetapkan Tujuan

· Kontrol nyeri, dapat dengan mengurangi, menghilangkan dan menjadikan klien dapat beradaptasi secara positif terhadap respon nyerinya.

· Stabilitas hemodynamik

· Istirahat

· Menurunkan kecemasan

5 Intervensi Keperawatan (dihubungkan dengan stimulus fokal )

· Memberikan intervensi secara mandiri untuk mengurangi nyeri, managemen nyeri.

· Mengajarkan teknik distraksi, teknik relaksasi, guide imagery

· Kepala elevasi untuk memfasilitasi kenyamanan

· Intervensi kolaborasi dengan tim kesehatan yang berhubungan dengan respon klien. ( obat-obatan, diit, rehabilitasi dll )

Pendidikan Pasien / Keluarga :

· Arahkan untuk mencatat/melaporkan gejala nyeri dada dan dihubungkan dengan tanda & gejala termasuk nyeri pada dagu, leher, nyeri pada bahu, nausea, dan kembung

· Kaji awal dan saat terjadinya nyeri, identifikasi pertolongan yang diberikan, ajarkan menggunakan skala nyeri, dan kaji ulang pengobatan yang digunakan pada saat nyeri & cemas

· Respon tingkat kenyamanan (cemas, takut dll) adalah reaksi normal

6 Evaluasi

· Dapat menunjukan secara verbal tentang nyeri dada, tidak ada indikator objektif nyeri yang mengancam kehidupan.

· Klien mampu menunjukkan tingkah laku yang adaptif bila timbul nyeri anginanya.

· Hemodinamik stabil

· Mampu merencanakan perawatan dan mengkomunikasikan dengan perawat jika tanda dan gejala cemas dan takut datang (subjektif feeling, emosi labil, atau ketidak mampuan untuk konsentrasi)

PEMBAHASAN

Pada kasus nyeri angina yang timbul karena ketidak adekuatan suplay O2 ke jantung akibatnya otot jantung mengalami iskemik sampai pada infark, dan dalam kondisi ini menunjukkan terjadinya gangguan fungsi jantung. Gangguan fungsi jantung ini dapat terjadi secara terus menerus dalam beberapa waktu secara periodic maupun berulang bila terjadi factor pencetus berkurangnya suplai O2 ke jantung.

Dalam pengaplikasian Model Adaptasi Roy terhadap kasus-kasus nyeri dada / nyeri angina ini, intervensi keperawatan di fokuskan untuk meningkatkan kemampuan adaptasi manusia. Menurut teori Roy perawat harus dapat memberikan penekanan pada kemampuan seseorang untuk mengatasi masalahnya, karena itu perawat memfasilitasi potensi klien untuk mengadakan adaptasi dalam menghadapi perubahan kebutuhan dasarnya.

Nyeri adalah suatu hal yang kompleks, merupakan stimulus fokal yang multidimensi dan memberikan efek langsung pada manusia baik pikiran, tubuh, spirit dan kesiapan aktivitas dalam proses adaptasi.

Respon nyeri pada setiap individu akan sangat berbeda, hal ini tergantung pada situasi, intensitas nyeri, lamanya nyeri, interpretasi serta banyak factor lain yang mempengaruhinya. Sebagai stimulus kontekstual, umur, jenis kelamin, ras, nilai budaya, emosi serta demografi akan mempengaruhi persepsi terhadap nyeri serta kemampuan individu tersebut terhadap nyeri. Beberapa klien dapat menerima kondisi nyeri lebih cepat dari yang lain, klien yang menerima nyeri dengan positif dapat menahan nyeri dengan cara yang baik, sebaliknya klien yang kalah dengan rangsangan nyeri menjadi sangat menderita, mereka dapat berespon dengan kehilangan, kecemasan, depresi dan focus menyempit hingga rasa nyeri dianggap dapat menjadi gangguan gambaran diri yang bisa mengancam kehidupan.

17

Respon nyeri dapat diketahui dengan memisahkan 3 tahap, yaitu :

1. Aktivasi

Responnya dimulai dengan adanya persepsi nyeri, suatu proses dari system syaraf simpatis, respon individu dapat melawan nyeri tersebut.

2. Rebound

Merupakan pengalaman nyeri yang hebat tetapi singkat, pada tahap ini system saraf parasimpatis mengambil alih, efeknya berlawanan dengan parasimpatis, seperti menurunkan denyut nadi dan menurunkan tekanan darah.

3. Adaptasi

Merupakan respon fisiologis apabila nyeri menetap atau berkepanjangan, misalnya dengan penurunan saraf simpatis. Adaptasi mungkin disebabkan karena adanya aksi endorphin terhadap nyeri yang terjadi bila nyeri berakhir dalam beberapa jam atau hari.

A. Mekanisme Koping

Mekanisme koping yang didefinisikan sebagai usaha secara kognitif dan tingkah laku yang digunakan untuk mengatur secara spesifik kebutuhan internal maupun eksternal yang dinilai sebagai beban atau sesuatu yang melebihi dari tubuh, fungsi kognitif dan tingkah laku ini dapat digunakan secara langsung mengubah lingkungan, atau mengubah suatu kejadian atau menambah pemahaman seseorang terhadap yang dialaminya.

Menurut Koenig ( 1998 ) mekanisme koping yang digunakan dapat berupa:

1. Koping secara religius

Upaya atau koping dengan keyakinan religius atau tingkah laku digunakan untuk mencegah atau mengurangi status emosional yang negative terhadap suatu stressor, secara religius strategi yang dilakukan dapat berupa sholat, lebih mendalami agama, membaca kitab, mendengar program keagamaan/rohani ataupun mendengarkan musik rohani.

Banyak ahli yang menyatakan bahwa coping religius dapat digunakan sebagai control terhadap rasa nyeri, karena secara tidak langsung koping religius dapat mengontrol status mental serta persepsi seseorang terhadap apa yang terjadi pada dirinya, baik itu berupa kondisi sehat maupun sakit, rasa nyeri maupun tidak nyeri. Seperti yang dinyatakan oleh Koenig (1994) bahwa aktivitas dalam management stress emosional atau ketidaknyamanan fisik tergantung dari kekuatan religius ( keyakinan ) seseorang.

4. Koping Non-Religius

Dapat berupa upaya kognitif, misalnya dengan mengeluarkan pernyataan sendiri seperti “ Saya bisa bertahan dengan situasi ini “, atau berupa upaya berupa tindakan untuk meningkatkan atau mengurangi aktivitas berupa istirahat, latihan, atau berupa pemberian terapi hangat atau dingin.

Untuk kasus nyeri, klien dapat menyatakan pernyataan bahwa “ Nyerinya dapat aku tahan “ atau “ Rasa nyeri ini tidak mengganggu aktivitas “ atau yang lainnya dengan adanya bukti klinis tidak terdapat gejala-gejala yang memperburuk kondisi kesehatan klien. Tindakan yang dapat dilakukan klien dan merupakan hasil intervensi perawat adalah tindakan merobah posisi yang nyaman, tarik nafas dalam bila rasa nyeri muncul, melakukan teknik relaksasi, teknik distraksi ataupun melakukan guide imagery.

Penggunaan koping religius dan non religius ini merupakan salah satu strategi yang mekanisme koping dalam proses kognator sesuai konsep model Roy.

B. Model Adaptasi

Adaptasi merupakan hasil akhir yang termasuk pada pengukuran secara empiris terhadap respon tingkah laku manusia terhadap kemampuan fungsi peran dan integritas konsep diri, psikososial dan kesehatan spiritual seseorang.

Menurut Kotarba, individu yang menyerah dengan rasa nyerinya cenderung memiliki support yang terbatas dan merasa tidak berdaya dan putus asa, untuk itulah perawat harus menjadi fasilitator bagi mereka untuk melawan rasa nyerinya dengan memberikan dukungan, berupa kekuatan kognitif serta kekuatan keyakinan ( religius ).

Kemampuan fungsional adalah merupakan kapasitas actual maupun potensial individu untuk melakukan aktivitas dan tugas dalam kehidupannya. Kemampuan untuk melakukan tugas sehari-hari merupakan pertimbangan yang penting untuk ketergantungan hidup, rasa nyeri merupakan gejala patologis yang dapat terjadi secara tetap dan dapat mempengaruhi ketidakmampuan fungsional tubuh. Hal ini ditandai dengan kesulitan dalam melakukan ADL.

Dengan kasus nyeri angina ini, bila klien memiliki kemampuan untuk melakukan tugas keseharian adalah merupakan indikasi hasil kesehatan yang positif terhadap pengalaman nyeri dan merupakan refleksi dari penggunaan strategi koping yang positif individu tersebut. Sementara gejala depresi, kehilangan, putus asa dan gangguan konsep diri merupakan indikasi proses koping yang tidak efektif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar