TUGAS KELOMPOK
PROMOSI KESEHATAN
Nama :
DKKKK DDDDD
DDDD DDDDD
DDDDDD DDDDDDDD
DDDDDDD DDDDDDDD
DDDDDDD DDDDDD
DDDDDD DDDDD
DDD DDDDD
DDD DDDDDD
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS CEDERAWASIH
PROGRAM PENDIDIKAN NERS
JURUSAN KEPERAWATAN S1
JAYAPURA
2010
PENDAHULUAN
Diare hingga kini masih merupakan penyebab utama ke-sakitan dan kematian pada bayi dan anak-anak. Saat ini morbidi-tas (angka kesakitan) diare di Indonesia masih sebesar 195 per 1000 penduduk dan angka ini merupakan yang tertinggi di antara negara-negara di Asean. Dampak negatip penyakit diare pada bayi dan anak-anak antara lain adalah menghambat proses tum-buh kembang anak yang pada akhirnya dapat menurunkan kuali-tas hidup anak di masa depan. Ditinjau dari sudut ctiologinya, diare dapat disebabkan oleh berbagai faktor di antaranya infeksi mikroba, intoksikasi, ma-labsorpsi, malnutrisi, alergi, immunodefisiensi.
Gejala penyakit yang ditimbulkan bervariasi mulai dari yang paling ringan sam-pai dengan yang paling berat. Di kalangan masyarakat luas gejala penyakit diare dikenal dengan berbagai istilah sesuai dengan daerahnya antara lain mencret, murus, muntaber, buang-buang air. Beraneka ragamnya penyebab dan bervariasinya gejala penyakit yang ditimbulkannya sering menimbulkan kesu-litan dalam penatalaksanaan diare, sehingga pengobatan yang diberikan kadang-kadang tidak tepat sesuai dengan etiologinya. Terapi yang tidak tepat bisa mengakibatkan terjadinya diare ber-kepanjangan (prolonged diare) atau bahkan berlanjut menjadi diare khronik (diare persisten). Oleh karena itu mengetahui secara lebih mendalam faktor-faktor penyebab (etiologi) diare akan sangat membantu upaya penatalaksanaan diare akut secara tepat dan tcrarah. Dalam makalah ini disajikan informasi etiologi dian, akut pada bayi dan anak-anak, yakni tinjauan dari aspek mikrobiologi yang diperoleh dari berbagai sumber. Diharapkan informasi ini dapat membantu para klinisi dalam upaya penanggulangan diare pada bayi dan anak-anak.
PERKEMBANGAN POLA KUMAN PENYEBAB DIARE AKUT
Pada dekade tahun 1950 s/d 1970-an, di negara-negara ber-kembang (termasuk Indonesia) hanya sekitar 20% etiologi diare akut dapat diketahui. Pada waktu itu penyakit diare akut di ma-syarakat (Indonesia) lebih dikenal dengan istilah "Muntaber". Penyakit ini mempunyai konotasi yang mengerikan serta me-nimbulkan kecemasan dan kepanikan warga masyarakat karena bila tidak segera diobati, dalam waktu singkat (± 48 jam) pen-derita akan meninggal. Kematian ini disebabkankarena hilang-nya cairan elektrolit tubuh akibat adanya dehidrasi. Kemudian diketahui bahwa penyebab muntaber adalah kuman Vibrio cholera biotype El-Tor dan sesuai dengan nama penyebabnya tersebut maka kejadian wabah yang sering terjadi pada waktu itu lebih populer dengan istilah wabah Cholera El-Tor".
Kejadian wabah cholera El-Tor di Indonesia yang pertama kali diketahui terjadi di Makasar (Ujung Pandang) pada tahun 60-an dengan menimbulkan sejumlah kematian. Wabah cholera ini kemudian diketahui sering terjadi di daerah-daerah lain di Indonesia. Berkat pesatnya perkembangan iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi) di bidang mikrobiologi, penemuan baru bidang etiologi diare taus bermunculan sehingga memperluas wawasan spektrum etiologi diare akut yang disebabkan oleh mikroba. Bakteri Escherichia coli yang pada waktu itu dianggap sebagai mikroba komensal di dalam usus manusia, ternyata beberapa strain di antaranya diketahui merupakan penyebab diare akut baik pada bayi, anak-anak maupun orang dewasa. Sekarang telah dikenal tiga group E. coli sebagai penyebab diare akut yaitu Entero Toxigenic E. coli (ETEC), Entero Pathogenic E. coli (EPEC) dan Entero-Invasive E. coli (EIEC). Selanjutnya pada dekade 1970 s.d 1980-an telah ditemukan beberapa jenis mikroba baru penyebab diare akut pada bayi dan anak-anak. Mikroba yang dimaksud adalah Rotavirus, Yersinia dan Campylobacter.
Rotavirus ditemukan pertama kali sebagai penyebab diare akut di Australia tahun 1973. Skirrow (1977) pertama kali melaporkan Campylobacter (dulu disebut Related Vibrio) yang merupakan bakteri patogen pada diare akut Dengan bertambahnya beberapa jenis mikroba barn penye-bab diare akut yang ditemukan maka cakrawala mikrobiologi penyebab diare menjadi semakin luas dan komplek. Demikian pula dengan semakin dikembangkannya teknologi pemeriksaan laboratorium mikrobiologi di negara kita, kemampuan peme-riksaan etiologi diare dari sudut mikrobiologi meningkat secara tajam dari 20% pada tahun 1970-an menjadi sekitar 80% pada tahun 1980-an. Kemudian pada dekade tahun 1980 s/d 1990-an dengan makin canggihnya teknologi bidang mikrobiologi antara lain dengan dikembangkannya teknologi pemeriksaan mikrobiologi dengan metoda DNA-Probe, maka etiologi diare akut telah dapat diperluas lagi dengan ditemukannya heberapa strain E. call se-bagai penyebab diare akut pada anak-anak.
Dua strain baru E. coli yang saat ini telah dinyatakan sebagai penyebab diare pada anak-anak adalah Entero Haemorrhagic E. coli (EHEC) dan Entero Adherent E. coli (EAEC). Dan kelompok protozoa telah ditemukn satu spesies baru yang dinyatakan sebagai agent diare akut pada anak-anak. Spesies yang dimaksud adalah Cryptosporidium. Sehingga dengan demikian pada dekade 1990-an ini pola kuman penyebab diare akut pada bayi dan anak-anak yang penting menurut WHO (1990) adalah sebagaimana tercantum dalam tabel 1. Di sini tampak bahwa ada 9 jenis mikroba yang saat ini dianggap penting sebagai penyebab diane pada bayi dan anak-anak, yaitu dari kelompok virus adalah Rotavirus. Dari kelompok bakteri adalah E. coli patogen (ETEC, EPEC, EIEC, EHEC dan EAEC), Sal-monella non-typhoid, Shigella, Vibrio cholera 01 dan non-01 dan Campylobacter. Dan kelompok protozoa terdiri dari Giardia lamblia, Entamuba histolytica dan Cryptosporidium.
Tabel 1. Berbagai Jenis mikroba penting penyebab diare akut pada neonatus
(bayi) dan anak-anak (WHO, 1990) Kelompok mikroba Jenis mikroba
(genus) Spesies/Serotype
I. Vitus
II. Bakteri
1. Rota virus
2. Escherichia sp
¬ Rotavirus
¬ E. Coli : ¬ ETEC
¬ EPEC
III. Protozoa
3. Vibrio sp
4. Shigella sp
5. Salmonella sp
6. Campylobacter sp
7. Giardia sp
8. Entamuba sp
9. Cryptosporidium
¬ ETEC
¬ EHEC
¬ EAEC
¬ V. cholera 0l
¬ S. flexneri
¬ S. sonnei
¬ S. dysentriae
¬ S. boydii
¬ Salmonella non-typhoid
¬ Campylobacter jejuni
¬ Giardia lamblia
¬ Entamuba histolytica
¬ Cryptosporidium
1) Rotavirus
Rotavirus merupakan penyebab utama diare akut pada bayi dan anak-anak umur antara 6¬24 bulan dengan morbidity rate untuk daerah Jakarta (1979¬1981) sebesar 30,4%. Kejadian infeksi rotavirus meliputi negara-negara di seluruh dunia. Penu-laran berlangsung secara oro-fekal atau dapat pula terjadi secara air-borne droplet. Rotavirus menyebabkan kerusakan epithelium usus kecil dengan mengakibatkan viii menjadi kasar/tumpul sehingga kemampuan mengabsorpsi karbohidrat menjadi berkurang, demikian pula absorpsi air. Aktivitas disaccharidase dan laktase menurun, sedangkan aktivitas adenyl cyclase tidak berubah; akibatnya terjadi akumulasi disaccharid di dalam lumen usus yang menyebabkan diare osmotik. Morfologi intestinal dan akti-vitas absorpsi karbohidrat akan kembali normal dalam waktu 2¬3 minggu. Rotavirus menyebabkan diare berair disertai demam dan kadang-kadang muntah. Gejala yang ditimbulkan dapat ringan sampai diare akut dengan dehidrasi berat dan dapat menimbul- kan kematian.
2) E. coli patogen
Di negara-negara berkembang E. coli patogen menyebab-kan lebih kurang seperempat dari seluruh kejadian diare. Trans-misi kuman berlangsung seeara water-borne atau food-borne. Dula dikenal ada 3 grup (kelompok E. coli patogen penyebab diane yaitu ETEC, EPEC dan EIEC. Sekarang ditemukan 2 grup yang diketahui pula sebagai penyebab diane yaitu EHEC dan EAEC. 2.1. ETEC (Entero Toxigenic E. coli) ETEC adalah E. coli patogen penyebab utama diare akut dengan dehidrasi pada anak-anak dan orang dewasa di negara-negara yang mempunyai 2 musim maupun 3 musim. ETEC menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan ter-jadinya ekskresi cairan elektrolit tubuh sehingga timbul diare dengan dehidrasi. Secara immunologis enterotoksin yang di-hasilkan oleh ETEC sama dengan enterotoksin yang dihasilkan oleh V. cholera. Enterotoksin ETEC terdiri dari dua macam yaitu: 1) Labile Toxin (LT) yang mempunyai berat molekul yang tinggi dan tidak tahan panas (musnah pada pemanasan 60°C selama 10 menit); toksin inilah yang mirip dengan cholera toxin. 2) Stabile Toxin (ST) yang mempunyai berat molekul rendah, tahan pada pemanasan dan tidak mempunyai sifat antigenik. Manusia dapat berperan sebagai carrier kuman ini, yaitu sebagai pembawa kuman tetapi dia sendiri tidak sakit. Transmisi kuman dapat berlangsung secara food-borne maupun water-borne. Di daerah endemik diane seperti halnya Indonesia, ETEC merupakan juga penyebab utama diane akut yang mirip cholera serta merupakan penyebab travellers diarrhoea. 2.2. EPEC (Entero Pathogenic E. coli) Di beberapa daerah urban, sekitar 30% kasus-kasus diare akut pada bayi dan anak-anak disebabkan olch EPEC. Meka-nisme terjadinya diane yang disebabkan oleh EPEC belum bisa diungkapkan secara jelas, tetapi diduga EPEC ini menghasilkan cytotoxin yang merupakan penyebab terjadinya diare.
Penyakit diane yang ditimbulkan biasanya self-limited, tetapi dapat fatal atau berkembang menjadi diare persisten ter-mama pada anak-anak di bawah umur 6 bulan. Di negara-negara berkembang, anak-anak yang terkena infeksi EPEC biasanya adalah yang berumur 1 tahun ke atas. 2.3. EIEC (Enteroinvasive E. coli) EIEC mempunyai beberapa persamaan dengan Shigella antara lain dalam hal reaksi biokimia dengan gula-gula pendek, serologi dan sifat patogenitasnya. Sebagaimana halnya dengan Shigella, EIEC mengadakan penetrasi mukosa usus dan meng-adakan multiplikasi pada sel-sel epitel colon (usus besar). Ke-rusakan yang terjadi pada epitel usus menimbulkan diare berda-rah. Secara mikroskopis leukosit polimorfonuklear selalu hadir dalam feses penderita yang terinfeksi EIEC. Gejala klinik yang ditimbulkan mirip disentri yang disebabkan oleh Shigella.
2.4. EHEC (Enterohaemorrhagic E. coli) Di Amerika Utara dan beberapa daerah lainnya, EHEC menyebabkan haemorrhagic colitis (radang usus besar). Transmisi EHEC terjadi melalui makanan daging yang diolah dan dihidangkan secara tidak higienis; tapi dapat pula terjadi secara person to person (kontak langsung). Patogenitas EHEC adalah dengan memproduksi sitotoksin yang bertanggung jawab terhadap terjadinya peradangan dan perdarahan yang meluas di usus besar yang menimbulkan terjadinya haemolytic uraemic syndrome terutama pada anak-anak. Gejala karakteristik yang timbul ditandai dengan diare akut, cramp, panas dan dalam waktu relatif singkat diare menjadi berdarah. Di negara-negara berkembang kejadian diare yang disebabkan oleh EHEC masih jarang ditemukan.
2.5. EAEC (Entero Adherent E. coli) EAEC telah ditemukan di beberapa negara di dunia ini. Transmisinya dapat food-borne maupun water-borne. Patogenitas EAEC terjadi karena kuman melekat rapat-rapat pada bagian mukosa intestinal sehingga menimbulkan gangguan. Mekanisme terjadinya diare yang disebabkan oleh EAEC belum jelas diketahui, tetapi diperkirakan menghasilkan sitotoksin yang menyebabkan terjadinya diare. Beberapa strain EAEC memiliki serotipe seperti EPEC. EAEC menyebabkan diare berair pada anak-anak dan dapat berlanjut menjadi diare persisten.
3) Vibrio cholera 01
V. cholera 01 menyebabkan diare akut pada semua golongan umur. Cholera merupakan penyakit endemik di negara Asia termasuk Indonesia) dan Afrika. Di daerah endemik penyakit ini ditemukan sekitar 5-10% yakni berdasarkan pada penderita yang berobat ke rumah sakit. Cholera ini lebih sering menyerang anak umur 2-9 tahun; tetapi di daerah bukan endemik cholera lebih banyak menyerang golongan umur dewasa muda. Penularan kuman dapat berlangsung secara water-borne maupun food-borne. Penularan dengan cara kontak person to person dilaporkan jarang terjadi.
Patogenitas V. cholera bersifat non-invasif, kuman menempel dan berkembang di bagian mukosa usus halus dan menghasilkan enterotoksin yang menstimulir terjadinya eksresi cairan elektrolit tubuh sehingga timbul diare dengan dehidrasi. V.
cholera 01 mempunyai 2 biotipe yaitu El-Tor dan Klasik. Selainitu V. cholera juga mempunyai 2 serotipe yaitu Ogawa dan Inaba. Diare yang terjadi dapat ringan sampai berat. Pada diare yang berat dapat terjadi dehidrasi berat dan shock, kematian dapat terjadi dalam waktu sekitar 48 jam bila tidak segera diobati.
4) Shigella sp
Shigella sp paling banyak menyebabkan diare invasif pada anak-anak dan hanya sekitar 10% menyebabkan diare akut pada anak-anak balita. Penularan kuman paling sering terjadi secara kontak langsung (person to person) dengan dosis infeksi yang rendah yaitu 101-102 organisme. Di samping itu penularan dapat pula terjadi secara food-borne maupun water-borne. Patogenitas Shigella bersifat invasif, yakni menyerang sel-sel epitel usus besar (colon), menyebabkan kematian sel dan timbul borok sehingga terjadi kerusakan epitel usus dan perdarahan. Shigella juga menghasilkan sitotoksin dan neurotoksin yang menambah patogenitas kuman. Shigdla mempunyai 4 serotipe yaitu S. flexneri yang paling banyak ditemukan di negara-negara berkembang, S. sonnei banyak ditemukan di negara-negara maju, S. dysentriae menyebabkan epidemi dengan kematian yang tinggi, S. boydii yang jarang ditemukan. Infeksi Shigella menyebabkan diare invasif disertai dengan gejala demam, nyeri perut dan tenesmus, feses berdarah dengan banyak mengandung leukosit. Shigella terutama menimbulkan serangan hebat pada bayi.
5) Salmonella non-typhoid
Di banyak negara berkembang, diare akut yang disebabkan oleh Salmonella tidak begitu besar. Terutama di daerah urban diare pada anak-anak yang disebabkan oleh infeksi Salmonella sekitar 10%. Transmisi kuman terjadi secara meat-borne, yaitu melalui makanan yang berasal dari hewan seperti daging, unggas, telur, susu; tetapi dapat pula terjadi secara water-borne. Patogenitas Salmonella bersifat invasif yakni menyerang bagian epithelium dari ileum. Salmonella menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan diare berair. Bila selaput lendir menjadi rusak, diare yang terjadidisertai darah. Ada 2000 serotipe Salmonella dan 6-10 di antaranya diketahui menimbulkan gastroenteritis. Diare yang ditimbulkan biasanya disertai dengan gejala-gejala mual, demam dan nyeri perut. Di samping menyebabkan diare berair, Salmonella juga menyebabkan mencret (exudative diarrhoea) yang ditandai oleh hadirnya leukosit di dalam feses. Di beberapa negara telah ditemukan strain Salmonella yang resisten terhadap ampisilin, khloramfenikol, dan sulfametoxazol-trimetoprim.
6) Campylobacter jejuni
Di berbagai negara, Campylobacter jejuni menyebabkan 5-15% diare pada bayi. Di negara-negara berkembang puncak insiden terutama adalah pada usia di bawah satu tahun (batuta). Transmisi kuman dapat berlangsung secara food-borne, dapat pula terjadi secara person to person (kontak langsung). Patogenitas Campylobacter dengan invasi pada bagian ileum dan usus besar dengan menghasilkan 2 jenis toksin yaitu sitotoksin dan heat-labile toxin. Diane yang ditimbulkan biasanya seperti disentri dengan feses berdarah dan berlendir yang muncul sesudah diare berlangsung selama sehari atau beberapa hari. Muntah biasanya tidak ada dan gejala demam selalu dengan temperatur yang rendah. Diare berair yang ditimbulkan oleh infeksi Campylobacter kasusnya kecil.
7) Giardia lamblia
Distribusi G. lamblia meliputi berbagai negara di dunia. Pre-valensi infeksi G. lamblia pada anak muda di beberapa negara mencapai 100%. Anak-anak umur 1¬5 tahun (balita) adalah yang paling umum terinfeksi G. lamblia. Transmisinya dapat ber
langsung secara food-borne ataupun water-borne, serta dapat pula terjadi secara oro fecal. Infeksi G. lamblia terjadi pada usus besar, tetapi mekanisme patologinya belum jelas diketahui; pada beberapa kassus terlihat terjadi kerusakan pada bagian epitel usus halus. G. lamblia dapat menyebabkan diare akut atau diare persisten; kadang-kadang menyebabkan malabrospsi dengan feses berlemak, sakit perut dan kembung. Infeksi G. lamblia kebanyakan asimtomatik sehingga menimbulkan kesulitan untuk mendeteksi kapan G. lamblia menyebabkan diare.
8) Entamuba histolytica
Distribusi E. histolytica meliputi berbagai negara di dunia. Prevalensi infeksi E. histolytica sangat bervariasi. Penyakit lebih banyak terjadi pada usia dewasa, penderita laki-laki lebih banyak ditemukan. Patogenitas E. histolytica adalah menyerang bagian mukosa dari usus besar yang menyebabkan kerusakan intestinal sehingga menimbulkan rangsangan neurohumoral yang menyebabkan pengeluaran sekret dan timbul diare. Kira-kira 90% infeksi E. histolytica adalah asimtomatik, jarang terjadi pada anak kecil atau bayi, tetapi biasanya menyerang anak yang sudah besar dandewasa muda. Diare yang ditimbulkan umumnya adalah diare persisten
dengan tinja berdarah. Pada beberapa kasus, E. histolytica dapat bersarang di hati dan menyebabkan abses hati.
9) Cryptosporidium
Di negara-negara berkembang kasus Cryptosporidia pada anak-anak dengan diare adalah berkisar antara 5¬15%. Transmisi Cryptosporidia melalui fekal-oral. Patogenitas Cryptosporidium adalah menempel pada permukaan mikrovili dinding usus dan menyebabkan malabropsi akibat kerusakan bagian mukosa. Karakteristik infeksi Cryptosporidium adalah diare akut/diare berair terutama pada pasien dengan daya tahan tubuh yang lemah atau menurun.
FAKTOR RESIKO DAN PENYEBAB KELAINAN BAWAAN PADA BAYI BARU LAHIR
penyebab infeksi adalah masuknya bakteri ke organ tubuh dan berkembang biak disana karena lingkungan yang cocok dengan jenis bakteri tsb.Umumnya infeksi kuping disebabkan sakit pada saluran hidung, ato saluran tenggorokan, dimana kita ketahui bahwa hidung, mulut dan telinga memiliki saluran yg terhubung satu sama lain.Misalnya akibat sakit influensa atau batuk yg kronis bisa menyebabkan sakit telinga dikenal sbg Otitis Media Akut (orang awam bilang Congek).Kalo kemasukan air, apakah bisa menjadi infeksi ?? Secara umum susah sih karena tubuh khan punya mekanisme utk mengeluarkan air yg masuk, caranya dengan menangis shg tekanan udara menjadi seimbang akibatnya air akan keluar kembali setelah tekanan seimbang.Ciri infeksi telinga pada bayi, bayi rewel, suhu tubuh pasti meningkat karena ada infeksi. Kalo di biarkan terlalu lama akan keluar nanah dari telinga, ini berbahaya bisa merusak gendang telinga mengakibatkan kualitas pendengaran menurun jauh bila hanya mengenai satu tempat.
• Pemakaian alkohol oleh ibu hamil
Pemakaian alkohol oleh ibu hamil bisa menyebabkan sindroma alkohol pada janin dan obat-obat tertentu yang diminum oleh ibu hamil juga bisa menyebakan kelainan bawaan.
• Penyakit Rh, terjadi jika ibu dan bayi memiliki faktor Rh yang berbeda.
1. Teratogenik
Teratogen adalah setiap faktor atau bahan yang bisa menyebabkan atau meningkatkan resiko suatu kelainan bawaan. Radiasi, obat tertentu dan racun merupakan teratogen. Secara umum, seorang wanita hamil sebaiknya:
- mengkonsultasikan dengan dokternya setiap obat yang dia minum
- berhenti merokok
- tidak mengkonsumsi alkohol
- tidak menjalani pemeriksaan rontgen kecuali jika sangat mendesak.
Infeksi pada ibu hamil juga bisa merupakan teratogen. Beberapa infeksi selama kehamilan yang dapat menyebabkan sejumlah kelainan bawaan:
- Sindroma rubella kongenital ditandai dengan gangguan penglihatan atau pendengaran, kelainan jantung, keterbelakangan mental dan cerebral palsy
- Infeksi toksoplasmosis pada ibu hamil bisa menyebabkan infeksi mata yang bisa berakibat fatal, gangguan pendengaran, ketidakmampuan belajar, pembesaran hati atau limpa, keterbelakangan mental dan cerebral palsy
- Infeksi virus herpes genitalis pada ibu hamil, jika ditularkan kepada bayinya sebelum atau selama proses persalinan berlangsung, bisa menyebabkan kerusakan otak, cerebral palsy, gangguan penglihatan atau pendengaran serta kematian bayi
- Penyakit ke-5 bisa menyebabkan sejenis anemia yang berbahaya, gagal
jantung dan kematian janin
- Sindroma varicella kongenital disebabkan oleh cacar air dan bisa menyebabkan terbentuknya jaringan parut pada otot dan tulang, kelainan bentuk dan kelumpuhan pada anggota gerak, kepala yang berukuran lebih kecil dari normal, kebutaan, kejang dan keterbelakangan mental.
2. Gizi
Menjaga kesehatan janin tidak hanya dilakukan dengan menghindari teratogen, tetapi juga dengan mengkonsumsi gizi yang baik.
Salah satu zat yang penting untuk pertumbuhan janin adalah asam folat. Kekurangan asam folat bisa meningkatkan resiko terjadinya spina bifidatabung saraf lainnya. Karena spina bifida bisa terjadi sebelum seorang wanita menyadari bahwa dia hamil, maka setiap wanita usia subur sebaiknya mengkonsumsi asam folat minimal sebanyak 400 mikrogram/hari. atau kelainan
3. Faktor fisik pada rahim
Di dalam rahim, bayi terendam oleh cairan ketuban yang juga merupakan pelindung terhadap cedera. Jumlah cairan ketuban yang abnormal bisa menyebabkan atau menunjukkan adanya kelainan bawaan. Cairan ketuban yang terlalu sedikit bisa mempengaruhi pertumbuhan paru-paru dan anggota gerak tubuh atau bisa menunjukkan adanya kelainan ginjal yang memperlambat proses pembentukan air kemih. Penimbunan cairan ketuban terjadi jika janin mengalami gangguan menelan, yang bisa disebabkan oleh kelainan otak yang berat (misalnya anensefalus atau atresia esofagus).
4. Faktor genetik dan kromosom
Genetik memegang peran penting dalam beberapa kelainan bawaan. Beberapa kelainan bawaan merupakan penyakit keturunan yang diwariskan melalui gen yang abnormal dari salah satu atau kedua orang tua.
Gen adalah pembawa sifat individu yang terdapat di dalam kromosom setiap sel di dalam tubuh manusia. Jika 1 gen hilang atau cacat, bisa terjadi kelainan bawaan.
Pola pewarisan kelainan genetik:
1. Autosom dominan
Jika suatu kelainan atau penyakit timbul meskipun hanya terdapat 1 gen yang cacat dari salah satu orang tuanya, maka keadaannya disebut autosom dominan.
Contohnya adalah akondroplasia dan sindroma Marfan.
2. Autosom resesif
Jika untuk terjadinya suatu kelainan bawaan diperlukan 2 gen yang masing-masing berasal dari kedua orang tua, maka keadaannya disebut autosom resesif. Contohnya adalah penyakit Tay-Sachs atau kistik fibrosis.
3. X-linked
Jika seorang anak laki-laki mendapatkan kelainan dari gen yang berasal dari ibunya, maka keadaannya disebut X-linked, karena gen tersebut dibawa oleh kromosom X. Laki-laki hanya memiliki 1 kromosom X yang diterima dari ibunya (perempuan memiliki 2 kromosom X, 1 berasal dari ibu dan 1 berasal dari ayah), karena itu gen cacat yang dibawa oleh kromosom X akan menimbulkan kelainan karena laki-laki tidak memiliki salinan yang normal dari gen tersebut. Contohnya adalah hemofilia dan buta warna. Kelainan pada jumlah ataupun susunan kromosom juga bisa menyebabkan kelainan bawaan.
Suatu kesalahan yang terjadi selama pembentukan sel telur atau sperma bisa menyebabkan bayi terlahir dengan kromosom yang terlalu banyak atau terlalu sedikit, atau bayi terlahir dengan kromosom yang telah mengalami kerusakan.
Contoh dari kelainan bawaan akibat kelainan pada kromosom adalah sindroma Down. Semakin tua usia seorang wanita ketika hamil (terutama diatas 35 tahun) maka semakin besar kemungkinan terjadinya kelainan kromosom pada janin yang dikandungnya. Kelainan bawaan yang lainnya disebabkan oleh mutasi genetik (perubahan pada gen yang bersifat spontan dan tidak dapat dijelaskan). Meskipun bisa dilakukan berbagai tindakan untuk mencegah terjadinya kelainan bawaan, ada satu hal yang perlu diingat yaitu bahwa suatu kelainan bawaan bisa saja terjadi meskipun tidak ditemukan riwayat kelainan bawaan baik dalam keluarga ayah ataupun ibu, atau meskipun orang tua sebelumnya telah melahirkan anak-anak yang sehat.
Daftar pustaka
• Sunoto. Peran setts Perguruan Tinggi dalam Meningkatkan Kualitas Hidup
Anak melalui Program Pemberantasan Penyakit Diare. Pidato Pengukuhan
Guru Besar Tetap dalam Tim Kesehatan Anak pada FKUI di Jakarta, 9-11-
1991.
• 2. Suharyono, Koiman I. Penelitian penyebab mikrobiologi (Rotavirus dan
Enterobacteria) penyakit diare akut di klinik (1974¬1982). Proc Pertemuan
llmiah Penelitian Penyakit Diare di Indonesia, Jakarta, 21¬23 Oktober
1983. Hal. 199-211.
• Simanjuntak CH, Hasibuan MA, Siregar LO, Koiman I. Etiologi
Mikrobiologi Penyakit Diare Akut. Bull Penelit Kes 1983; XI (2): 1-9.
4. WHO. CDD/Ser 80.2. 1990. A Manual for the Treatment of Diarrhoea for Use by Physicians and Other Senior Health Workers. 1990. p. 30-32.
5. WHO. Persistent Diarrhoea in Children in Developing Countries: Memo-randum From a W HO Meeting. Bull World Health Organization. WHO
1988; 66(6): 709-17.
• http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20100628193404AASmoA8
• http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/08PolaKuman086.pdf/08PolaKuman086.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar